A. Teori
Kata pornografi berasal dari bahasa
Yunani yaitu porneia yang berarti seksualitas yang tak
bermoral atau tak beretika(sexual
immorality) atau yang popular disebut sebagai zina, dan kata grate yang berarti kitab atau tulisan. Kata kerja porneuw(porneo) berarti melakukan tindakan seksual tak bermoral(berzina= commit
sexual immorality) dan kata benda porneo yang berarti perzinahan atau prostitusi.
Rupanya dalam dunia Yunani
kuno, kaum laki-laki yang melakukan perzinahan, maka muncul istilah pornoz yang artinya laki-laki yang
melakukan praktik seksual yang tak bermoral. Tidak ada bentuk kata feminim untuk porno. Kata grafh(grafe) pada mulanya diartikan sebagai kitab suci, tetapi kemudian
hanya berarti kitab atau tulisan. Ketika kata itu dirangkai dengan kata porno
menjadi pornografi, maka yang dimaksud adalah tulisan atau penggambaran tentang
seksualitas yang tak bermoral, baik secara tertulis maupun secara lisan.
Pornoaksi
merupakan gabungan kata porneia yang
berakti seksualitas yang tidak bermoral dan action
yang diartikan tindakan. Pornoaksi adalah tindakan seksualitas yang tidak
bermoral. Yang dimaksudkan dengan pornoaksi adalah penampilan seorang yang
sedikit banyak menonjolkan hal-hal seksual. Misalnya gerakan-gerakan yang
merangsang atau cara berpakaian minim yang meningkap sedikit atau banyak
bagian-bagian yang terkait dengan alat kelamin, misalnya bagian dari paha.
Tetapi tidak semua penonjolan atau penyingkapan itu dapat disebut sebagai
pornoaksi, sebab di kolam renang misalnya, memang hal yang wajar bagi siapapun
untuk berpakaian bikini(pakaian renang yang hanya menutup alat kelamin). Pornoaksi juga diartikan hubungan persetubuhan ataupun
tindakan yang mampu menimbulkan syahwat. Jadi, pengertian pornoaksi itu sangat
relatif, tergantung
motivasi pelakunya.
B. Permasalahan
Pornografi dan pornoaksi
merupakan masalah lama yang belum dapat ditanggulangi oleh ketentuan-ketentuan
yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana(KUHP) yang berlaku di Indonesia
sejak masa pemerintahan Hindia-Belanda, yaitu pada bulan Januari 1917. Setelah
Indonesia merdeka, KUHP diberlakukan berdasarkan UU No. 1 Tahun 1946 dan UU No.
73 Tahun 1958.
Mengingat perkembangan teknologi yang semakin canggih, menyebabkan moral
remaja di negara ini menurun akibat
situs-situs negatif yang ada
dan mudah diakses melalui internet.
Tidak hanya kaum remaja, kaum anak-anak masa pubertas juga sudah menjadi
penikmat pornografi dan tidak sedikit dari mereka melakukan tindakan pornoaksi
setelah menikmati pornografi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini pelanggaran tindakan pornografi dan
pornoaksi kian merajalela dan merambah disemua kalangan usia. Pelanggaran
pornoaksi sangat beraneka, dari tindakan taraf ringan berupa pelecehan seksual
hingga yang paling berat berupa pemerkosaan yang kadang berujung pembunuhan.
Sedangkan pelanggaran pornografi tidak kalah heboh dengan pornoaksi. Sekarang
ini, video mesum terserak diberbgai media baik cetak maupun elektronik.
Untuk itu, kita sebagai generasi penerus bangsa mampu memberi contoh yang baik kepada remaja dan
anak-anak agar tidak menyalahgunakan teknologi informasi dengan jalan memilih
situs-situs yang lebih positif dan bermanfaat dalam menggunakan kemajuan
teknologi saat ini.
C. Realita
Bentuk pornografi saat
ini sudah
berkembang di masyarakat, baik berupa tulisan dan gambar yang diproduksi secara
terang-terangan, maupun terselubung di berbagai
media massa, cetak, dan
elektronik.
Begitu
pula bentuk pornoaksi di Indonesia semakin beraneka ragam bentuknya. Dimulai
dari tindakan berhubungan lawan jenis, homoseksual dan lesbian ataupun hanya sekedar tindakan
yang menimbulkan syahwat.
Dalam sebuah penelitian
yang dilakukan oleh LSM
Tirai di Semarang pada tahun 2004, kebanyakan Mahasiswi yang ada di kota Semarang sudah tidak perawan lagi. Kebanyakan
pelaku pornoaksi melakukan perbuatan nista ini setelah ia menikmati pornografi.
Di Ponorogo, Jawa Timur 80% remaja putri melakukan pornoaksi(hubungan seks
pra nikah). Data ini berdasarkan hasil survai secara acak dalam kurun waktu
enam bulan terakhir tahun 2010 oleh KPPA(Kantor Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak).
Ralita serupa juga terjadi dikalangan mahasiswi kota
Yogyakarta dengan hasil prosentase 97,05% sudah tidak perawan lagi. Fakta ini
disampaikan oleh LSCK PUSBIH(Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat
Pelatihan Bisnis dan Humaniora) pada tahun 2002.
Terbukti film porno saat ini telah membanjiri dunia internet.
Ironisnya, ini dapat diakses dengan mudah oleh siapa saja.
D. Analisis
dan Problem Solving
Nilai dan sikap masyarakat
terhadap “pornografi dan pornoaksi” yang diukur oleh pelanggaran kesusilaan
sangat beragam. Ada sebagian masyarakat yang sudah tidak asing dan tidak
mengaggap tabu atau malu lagi bila mereka melihat dan mendengar hal-hal yang
berbau pornografi, serta berbaur dengan pelaku pornoaksi. Bahkan banyak anggota
masyarakat yang merasa tidak berdosa ketika dia melihat, mendengar, menyentuh,
mempertontonkan, memiliki, ataupun melakukan tindakan pornografi maupun
pornoaksi. Saat ini “hedonisme” benar-benar semakin merebak di Indonesia
terutama kesenangan yang berkaitan dengan pornografi dan pornoaksi.
Saat ini di Indonesia
pornografi dan pornoaksi dirasa telah membudaya dimasyarakat. Bagaimana tidak,
kedua tindakan ini telah mampu memengaruhi pola pikir masyarakat. Misalnya saja
contoh kasus tindakan pornografi dan pornoaksi yang dilakukan Ariel, Luna Maya,
dan Cut Tari. Reaksi masyarakat beraneka ragam menanggapi hal ini. Ketika video
ariel, Luna, dan Cut Tari beredar dalam dunia maya, muncul respon
dari masyarakat dan penegak hukum. Sudah jelas diketahui bersama, dengan
menyebarnya video mesum tersebut telah merugikan masyarakat. Karena rusaknya
moral mereka. Tapi, reaksi penegak hukum kurang begitu tegas menanggapi hal
ini, buktinya mereka terlalu lama memutuskan sanksi yang tepat bagi para
pelakunya.
Tindakan pornografi dan
pornoaksi mampu merusak moral bangsa, sehingga dengan semakin maraknya kedua
tindakan tersebut semakin mempercepat laju keterpurukan bangsa. Tidak hanya
jiwa dan rohaniah saja yang menjadi korban tindakan ini, bahkan fisik juga
jelas dirugikan.
Dampak negative
Berikut ini beberapa
dampak negatif dari
pornografi dan pornoaksi dari segi sosial.
Dampak bagi pelaku:
-
Pornoaksi
a.
Pelaku akan dicemooh, digunjing, dikucilkan bahkan diasingkan oleh
masyarakat sekitar
b.
Pelaku akan dijauhi oleh masyarakat
c.
Pelaku akan sulit bergaul dan berteman
d.
Pelaku akan kehilangan nama baik dan
harga dirinya
e.
Ketidaktenangan batiniah sang pelaku
f.
Pelaku akan hidup dalam keadaan yang
serba sulit untuk bergaul
g.
Rasa trauma
-
Pornografi
a.
Timbul keinginan
melakukan pornoaksi
b.
Ketidaktenangan
jiwa, karena selalu merasa gelisah
c.
Fikiran tidak
jernih, karena dipenuhi hal-hal berbau seks
Dampak bagi
masyarakat:
-
Pornoaksi
a.
Kelompok
masyarakat tersebut akan dipandang atau dinilai jelek oleh kelompok masyarakat
lain.
b.
Terjadi
kesenjangan sosial.
c.
Dilaknat Tuhan
-
Pornografi
a. Terjadi
degradasi moral
b. Degradasi
nilai dan norma sosial
Problem
Solving
Mengingat
semakin maraknya tindak pornografi dan pornoaksi di Indonesia, seharusnya kita
sebagai bangsa yang baik mau melakukan tindakan yang mampu menghentikan laju
perkembangan kedua tindakan ini.
Dibawah ini beberapa cara
penanggulangan dan penanganan tindakan pornoaksi dan pornografi yang efektif dan efisien untuk mengatasi
masalah pornografi dan pornaksi:
1. Preventif
a.
Penanaman aqidah
akhlak yang baik pada anak sejak dini dalam lingkup keluarga
b.
Masyarakat harus
mampu menjaga pribadi masing-masing untuk tidak masuk dalam masalah porno
c.
Pengajaran pendidikan tentang seks dan bahayanya
d.
Pengenalan fungsi organ-organ reproduksi sejak dini
e.
Tidak menonton
tayangan yang mengandung nilai porno
2. Kuratif
a.
Pengawasan pada
anak mengenai penggunaan jejaring sosial dan tingkah laku sehari hari
b.
Menyaring siaran media yang berbau pornografi dan pornoaksi
c.
Memberikan sanksi yang tegas bagi pelaku
3. Developmentar
a. Mengadakan
seminar tentang seks kepada masyarakat
b. Mengadakan
penyuluhan kepada pelaku
c. Mensosialisasikan
dan menerapkan UU pornografi dan pornoaksi dalam lingkup hukum pidana, penyiaran, dan perfilman
Pemaparan
solusi diatas hanyalah beberapa cara yang dapat kita gunakan. Penggunaannya
harus sesuai dengan objek yang kita tuju, agar tepat sasaran dan tepat guna.
Perspektif
Menurut Pendekatan Sosiologis
Pendekatan sosiologis
adalah suatu pendekatan dalam studi islam yang mengaji hidup bersama, struktur
sosial, dan interaksi dalam masyarakat. Dilihat dengan pendekatan sosiologis,
tindakan pornografi dan pornoaksi adalah hal yang dipandang orang negatif dan kurang baik, karena bertentangan
dengan nilai, norma dan aturan-aturan dalam masyarakat. Tindakan ini juga mampu merusak tatanan
dan perilaku masyarakat. Tindakan pornografi dan pornoaksi akan mengubah
struktur sosial
dalam masyarakat. Pelakunyapun akan terganggu dalam interaksi dengan masyarakat dimana ia berada.
Dalam aspek sosial
tindakan ini dirasa merugikan anggota masyarakat. Semua aturan agama apapun
melarang kedua tindakan ini karena adanya berbagai akibat yang ditimbulkan.
Apalagi dalam aturan Islam, sudah dijelaskan bahwa tindakan pornografi adalah
haram dilakukan.
0 komentar:
Posting Komentar