A.
PENDAHULUAN
Saat ini banyak negara diseluruh dunia yang masih
gencar dengan isu-isu kesetaraan gender. Begitupula di Indonesia. Seiring
perkembangan gender baik dari sisi keilmuan maupun gerakan, gender seolah
menjadi panasea dari segala permasalahan dalam rumah tangga maupun kriminalitas
yang merugikan salah satu jenis kelamin.
Sejauh ini gender seolah dipandang sebagai jalan
untuk menyetarakan hak-hak perempuan yang selama ini dirasa tertindas oleh
laki-laki. Meskipun sejatinya gender adalah berbicara hak-hak laki-laki dan
perempuan, segala keterbatasan fisik perempuan dan banyaknya kasus
ketidakadilan yang dialami perempuan, menjadikan perempuan sebagai dominan
dalam masalah gender.
Istilah gender pertama kali muncul dibarat. Dimana
diprakarsai oleh orang-orang non muslim. Meskipun begitu, di masa Rasulullah,
kesetaraan gender sudah mulai terlihat diserukan, meskipun pada saat itu belum
ada istilah untuk menyebut aksi tersebut.
Al-qur’an sebagai sumber ajaran dan hukum Islam yang
pertama, banyak memuat ayat-ayat yang esensinya mengarah pada adanya kesetaraan
dalam hak-hak antara laki-laki dan perempuan. Al-Qur’an, yang diwahyukan dalam
bahasa Arab yang fasih, mengenal pembedaan antara kata-ganti (dhamir/pronoun) laki-laki
dan perempuan, baik sebagai lawan bicara atau orang kedua (mukhatab), maupun sebagai orang ketiga (ghaib),
namun perbedaan itu tidak ada sebagai orang pertama (mutakallim). Dalam
tradisi penggunaan bahasa Arab, penggunaan bentuk maskulin, sebagai orang kedua
atau ketiga, mencakup juga yang feminin. Pengucapan salam, assalamu
‘alaikum, misalnya, yang memakai bentuk maskulin (kum), mencakup
juga audiensi perempuan, hingga terasa ‘berlebihan’ untuk menambahi ‘alaikunna
yang secara langsung menunjuk kaum
perempuan.
Mengingat tradisi bahasa Arab di atas, Al-Qur’an merasa
penting untuk mengulang-ulang kedua bentuk (maskulin dan feminin) secara
berpasangan untuk menekankan kesetaraan pria dan wanita dalam berbagai aspek
kehidupan, disebutkan dalam QS. al-Ahzab (33):35, sebagai berikut:
¨bÎ) úüÏJÎ=ó¡ßJø9$# ÏM»yJÎ=ó¡ßJø9$#ur úüÏZÏB÷sßJø9$#ur ÏM»oYÏB÷sßJø9$#ur tûüÏGÏZ»s)ø9$#ur ÏM»tFÏZ»s)ø9$#ur tûüÏ%Ï»¢Á9$#ur ÏM»s%Ï»¢Á9$#ur tûïÎÉ9»¢Á9$#ur ÏNºuÉ9»¢Á9$#ur tûüÏèϱ»yø9$#ur ÏM»yèϱ»yø9$#ur tûüÏ%Ïd|ÁtFßJø9$#ur ÏM»s%Ïd|ÁtFßJø9$#ur tûüÏJÍ´¯»¢Á9$#ur ÏM»yJÍ´¯»¢Á9$#ur úüÏàÏÿ»ptø:$#ur öNßgy_rãèù ÏM»sàÏÿ»ysø9$#ur úïÌÅ2º©%!$#ur ©!$# #ZÏVx. ÏNºtÅ2º©%!$#ur £tãr& ª!$# Mçlm; ZotÏÿøó¨B #·ô_r&ur $VJÏàtã ÇÌÎÈ
35. Sesungguhnya laki-laki dan
perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin[1218], laki-laki dan
perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar,
laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk,
laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa,
laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan
yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan
dan pahala yang besar.[1]
Selain Al-qur’an, Hadits sebagai sumber
ajaran dan hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an, juga memuat tentang
gender. Untuk itu, dalam makalah ini akan membahas mengenai beberapa hadits baik
secara tekstual maupun kontekstual menyinggung atau memuat tentang gender.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa itu Gender?
2.
Apa Saja Hadits-Hadits
Tentang Gender?
3.
Apa Saja Hikmah yang Bisa
Diambil dari Hadits-Hadits Tersebut?
C.
PEMBAHASAN
1.
Gender
Gender adalah perbedaan antara pria dan wanita yang bukan berdasarkan pada
faktor biologis, bukan berdasarkan jenis kelamin (sex) sebagai kodrat Tuhan yang
secara permanen berbeda, tetapi behavior differences antara pria dan wanita yang
socially constructed, yaitu perbedaan yang diciptakan melalui proses sosial dan
budaya yang panjang. [2]
Jadi, gender
adalah konsep perbedaan peran sosial antara laki-laki dan perempuan yang
dibentuk oleh konstruksi sosial budaya.
2.
Hadits-Hadits Gender
Hadits menurut muhadditsin adalah segala perkataan
Nabi, perbuatan, dan hal ihwalnya. Yang dimaksud dengan hal ihwal ialah segala
yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW.. yang berkaitan dengan himmah,
karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaan.[3]
Imam Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan hadits yang intinya
berbunyi:
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ
اللهُ عَنهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلَ الله صَلَى الله عَلَيْهِ وَسَلَمَ " اِنﱠﱠ
اْلمَرْءَةُ كَالضلع إِذَا ذَهَبْتُ تقيمهَا كسرتهَا وَان تركتها استمتعت بِهَا وَفِيْهَا
عوج" رواه البخارى ومسلم.
Artinya: Dari Abi Hurairah RA.
berkata: Rasulullah SAW.. bersabda: “Sesungguhnya perempuan seperti tulang
rusuk, jika kalian mencoba meluruskannya ia akan patah. Tetapi jika kalian
membiarkannya maka kalian akan menikmatinya dengan tetap dalam keadaan bengkok”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Dari uraian-uraian di atas jelas
kelihatan bahwa Al-Qur’an sebenarnya hanya mengungkapkan persamaan-persamaan
antara laki-laki dan perempuan. Padahal sesungguhnya semangat ajaran yang
dibawa oleh Rasulullah SAW.. tidak sejalan dengan cerita-cerita yang memojokkan
perempuan. Koherensi dan konsistensi ajaran Islam dengan praktek Rasulullah
inilah yang dicatat sebagai suatu revolusi kultural pada saat itu.[4]
Hadits-hadits gender bukan berarti
hadits-hadits yang dijadikan dalil atau konsep gender yang Islami. Akan tetapi
hadits gender adalah hadits yang Beberapa hadits-hadits gender diantaranya
sebagai berikut:
a.
Hadits Tentang Penciptaan Manusia
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَوْصُوا
بِالنِّسَاءِ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ
فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ فَإِنْ ذَهَبْ
تَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ
يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاء
Artinya: Dari Abi Hurairah: Nabi
bersabda: “berwasiatlah tentang perempuan, karena sesungguhnya mereka tercipta
dari tulang, dan tulang yang paling bengkok adalah yang tertinggi. Jika engkau
berusaha meluruskan berarti engkau merusaknya, jika dibiarkan maka akan tetap
bengkok”.(Sahih Bukhari, Kitab Ahadits al-Anbiya, bab Khalq
Adam wa dzurriyatuh, no. 3084)
Hadits yang
menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk, atau perempuan
bagaikan tulang rusuk dari segi sanadnya bernilai shahih, namun ada perbedaan
pendapat di kalangan para ulama dan sarjana menyangkut matannya, khususnya
matan yang menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk. Di antara
mereka ada yang menerima dan ada yang menolak. Pada kelompok yang menerima, ada
dua pendapat: pertama; mengartikannya secara tekstual, bahkan digunakan untuk
menafsirkan QS.an-Nisa’ (4) ayat 1 tentang penciptaan manusia, sehingga menurut
mereka Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. Sementara yang kedua mengartikan
hadits tersebut secara metaforis[5],
bahwa kaum laki-laki harus berlaku baik dan bijaksana dalam menghadapi
perempuan. Sementara kelompok yang menolak hadits itu berargumen bahwa hadits
tersebut harus ditolak karena isinya tidak sesuai dengan ayat-ayat al-Quran.
Aapabila
ditempatkan dalam konteksnya secara tepat dan dipahami secara utuh dari
keseluruhan matan yang ada, tidak hanya parsial kalimat perkalimat atau matan
permatan, maka hadits-hadits tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan
penciptaan awal perempuan. Hadits-hadits itu berisi pesan Nabi kepada kaum
laki-laki waktu itu untuk berlaku baik kepada isteri-isteri mereka atau perempuan
secara umum. Pesan ini salah satu manifestasi dari ajaran Islam yang menempatkan
laki-laki dan perempuan sejajar.[6]
Jadi, hadits
ini secara kontekstual mengarah pada pesan untuk saling menghormati dan saling
berbuat baik antara suami dan istri.
b.
Hadits Tentang Kepemimpinan
عَنْ أَبِي بَكْرَةَ قَالَ لَقَدْ نَفَعَنِي اللَّهُ بِكَلِمَةٍ
سَمِعْتُهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَيَّامَ الْجَمَلِ بَعْدَ مَا كِدْتُ أَنْ أَلْحَقَ بِأَصْحَابِ الْجَمَلِ
فَأُقَاتِلَ مَعَهُمْ قَالَ لَمَّا بَلَغَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ أَهْلَ فَارِسَ قَدْ مَلَّكُوا عَلَيْهِمْ بِنْتَ كِسْرَى
قَالَ لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَةً
Artinya: Dari Bakrah
diriwayatkan bahwa ketika Nabi mendengar bahwasanya Kaisar Persia diganti
dengan perempuan maka Nabi bersabda: “Tidak akan sukses suatu kaum yang
dipimpin oleh perempuan.” (Sahih Bukhari Kitab
al-Maghazim, bab kitab al-Nabi ila kisra wa Qaishar no 4073)
Dilihat dari sisi sanad, hadits tentang larangan
kepemimpinan politik perempuan dapat dinilai shahih. Tapi meskipun hadits
larangan kepemimpinan politik perempuan dapat dinilai shahih, ternyata
masih berpeluang untuk didiskusikan. Di kalangan ulama, terdapat para ulama
yang tidak sepakat terhadap pemakaian hadits tersebut bertalian dengan masalah
perempuan dan politik. Tetapi banyak juga yang menggunakan hadits tersebut
sebagai argumen untuk menggusur perempuan dari proses pengambilan keputusan.
Jika ditelaah lebih lanjut, maka hadits tersebut mengandung pengertian bayan
al-waqi’ atau pengungkapan fakta realitas yang berkembang pada saat itu,
dan tidak dimaksudkan sebagai sebuah ketentuan syariat bahwa syarat pemimpin
harus laki-laki.[7]
Hadits tersebut dipahami sebagai isyarat bahwa perempuan tidak
boleh dijadikan pemimpin dalam urusan pemerintahan atau politik. Oleh
karenanya banyak ulama yang menyatakan seorang perempuan tidak sah
menjadi khalifah atau imam. Para ulama tersebut menanggapi hadits ini
sebagai ketentuan yang bersifat baku (universal), tanpa melihat
aspek-aspek yang terkait dengan hadits, seperti kapasitas diri Nabi SAW.
ketika mengucapkan hadits, suasana yang melatarbelakangi munculnya hadits,
setting sosial yang melingkupi sebuah hadits. Padahal, segi-segi yang
berkaitan dengan diri Nabi SAW.. dan suasana yang melatarbelakangi atau
menyebabkan terjadinya hadits mempunyai kedudukan penting dalam pemahaman
hadits secara utuh.
karenanya banyak ulama yang menyatakan seorang perempuan tidak sah
menjadi khalifah atau imam. Para ulama tersebut menanggapi hadits ini
sebagai ketentuan yang bersifat baku (universal), tanpa melihat
aspek-aspek yang terkait dengan hadits, seperti kapasitas diri Nabi SAW.
ketika mengucapkan hadits, suasana yang melatarbelakangi munculnya hadits,
setting sosial yang melingkupi sebuah hadits. Padahal, segi-segi yang
berkaitan dengan diri Nabi SAW.. dan suasana yang melatarbelakangi atau
menyebabkan terjadinya hadits mempunyai kedudukan penting dalam pemahaman
hadits secara utuh.
Berarti sabda Nabi SAW.. ini jelas bertentangan dengan fakta
yang ada. Bahkan dalam al-Qur`an pun dijumpai kisah tentang adanya seorang
perempuan yang memimpin negara dan meraih sukses besar, yaitu Ratu Bilqis di
negeri Sabaâ.[8]
Perempuan dan laki-laki berhak menjadi pemimpin dengan catatan
ia mampu untuk melaksanakan dan mempertanggungjawabkannya.
c.
Hadits Tentang Laknat Malaikat
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِيءَ لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ[9]
Artinya: Dari Abu
Hurairah ra. dari Nabi, SAW. berkata jika seorang pria memanggil istrinya ke
tempat tidurnya dan dia menolak untuk datang maka malaikat mengutuk dia sampai
pagi. (HR. Bukhari)
Jika hadits ini dipahami
secara harfiah, maka akan sangat bertentangan dengan prinsip al-Qur’an “wa
‘asyiruhunna bi al-ma’ruf”. Kata “wahuwa ghadlaban” artinya suami
dalam keadaan marah, berarti kalau tidak marah, tidak apa-apa. Apalagi kalau
istri sedang lelah, sakit dsb. yang menyebabkan tidak bisa ‘menjalankan tugas’
maka suami pun tidak berhak untuk marah, sebab jika suami marah maka telah
menyalahi ketentuan “mu’asyarah bi-al ma’ruf”.[10]
Jadi, hadits tersebut tidaklah memberatkan perempuan
dengan beban melayani suami seperti diatas.
d.
Hadits Tentang Puasa Sunnah
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَصُومُ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِه[11]
Artinya: “Telah berkata Muhammad bin Muqotil mengabarkan
kepada kita Abdullah mengatakan kepada kami Muammar dari Hammam bin Manab dari
Abu Hurairah dari Nabi SAW..; Tidak boleh bagi wanita untuk berpuasa sunat jika
suaminya hadir (tidak musafir) kecuali dengan seizinnya.”(HR.
Bukhori)
Jika dipahami secara harfiah, hadits ini
akan menimbulkan kesalahpaman dan kesan diskriminatif. Padahal ini dari hadits
tersebut adalah dalam berumah tangga hendaknya masing-masing pasangan
mengetahui apa yang sedang dilakukan pasangannya.
Berdasarkan analisis matan hadits di atas,
dapat disimpulkan bahwa selama ini isu-isu diskriminatif gender sangat bertentangan dengan nash
hadits. Apa yang selama ini dituduh oleh aktifis feminisme justru sangat
bertentangan dengan Islam. Salah satu misi Islam adalah memuliakan perempuan. Dan itu terbukti,
hadits-hadits yang dituduh misoginis[12]
masih kalah banyak dibanding hadits yang memuliakan perempuan.
Beberapa
hadits lain sebagai berikut[13]:
e.
Hadits tentang Perempuan Kurang
Akal dan Agamanya
ما رأيت من ناقصات عقل ودين أغلب لذي لب منكن
قالت امرأة منهن وما نقصان العقل ؟ قال أما نقصان العقل فشهادة امرأتين تعدل شهادة
رجل فهذا من نقصان العقل وتمكث الليالي ما تصلي وتفطر في رمضان فهذا من نقصان
الدين (رواه ابن ماجه)
Artinya: “Tidak ku temukan
orang-orang yang kurang akal dan agamanya melebihi orang yang punya akal dari pada
kalian. Seorang perempuan dari mereka berkata: “Apa yang dimaksud kurang akal
itu? Nabi SAW. menjawab: “Yang dimaksud kurang akal adalah persaksian dua orang
perempuan sama dengan persaksian seorang laki-laki, inilah yang maksudnya
kurang akal. Wanita melalui malam tanpa salat dan tidak puasa di bulan
Ramadhan, inilah yang dimaksud kurang agama.” (H.R. Ibn Majah)
Hadits
diatas secara kontekstual mengisyaratkan bahwa perempuan ditakdirkan untuk
haidh, sehinga tidak bisa setiap ari seumur hidupnya menunaikan shalat dan
puasa.
f.
Hadits tentang Besarnya Hak Suami
atas Istrinya
فلا تفعلوا لوكنت أمرا أحدأ أن يسجد لبشر لأمرت
النساء أن تسجد ن لأزواجهن لما جعل الله لهم عليهن من الحق (رواه أبو داود
والترمذي وابن ماجه وأحمد)
Artinya: “Jangan kamu lakukan itu.
Sekiranya aku boleh memerintahkan pada seseorang untuk sujud pada manusia maka
sungguh akan aku perintahkan kaum perempuan untuk sujud pada suami-suami mereka
karena (besarnya) hak mereka terhadap istrinya”. (H.R. Abu Dawud, al-Tirmidzi,
Ibn Majah, dan Ahmad)
Satu dari
sekian hak suami terhadap istrinya adalah disyukuri akan kebaikan yang
diperbuatnya dan tidak dilupakan keutamaannya. Namun disayangkan, di kalangan
para istri banyak yang melupakan atau tidak tahu hak yang satu ini.
Hingga mereka sering mengeluhkan suaminya, melupakan kebaikan yang telah
diberikan dan tidak ingat akan keutamaannya. Yang lebih disayangkan, ucapan dan
penilaian miring terhadap suami ini kadang menjadi bahan obrolan di antara para
wanita dan menjadi bahan keluhan sesama mereka. Padahal perbuatan seperti ini
menghadapkan si istri kepada kemurkaan Allah dan adzab yang pedih.
Perbuatan tidak tahu syukur ini merupakan satu sebab wanita menjadi mayoritas penghuni neraka.[14]
Perbuatan tidak tahu syukur ini merupakan satu sebab wanita menjadi mayoritas penghuni neraka.[14]
g.
Hadits tentang Perempuan Lebih
Utama Shalat di Rumah
وصلاتك في بيتك خير من صلاتك في حجرتك وصلاتك
في حجرتك خير من صلاتك في دارك وصلاتك في دارك خير من صلاتك في مسجدي (رواه
أبوداود و أحمد)
Artinya: “Salatmu di ruang tidurmu
lebih baik dari pada salatmu di ruang rumah yang lain, salatmu di ruang rumah
yang lain lebih baik dari salatmu di serambi rumahmu, salatmu di serambi
rumahmu lebih baik dari salatmu di masjidku.” (H.R. Abu Dawud dan Ahmad)
Hal ini
untuk menjaga kaum perempuan, karena pada saat itu lebih aman melaksanakan
shalat di rumah.
h.
Hadits tentang Perempuan Sumber
Kesialan
إنما الشؤم في ثلاثة في الفرس والمرأة
والدار(رواه البخاري ومسلم وأبوداود والترمذي والنسائي)
Artinya: ”Sesungguhnya kesialan itu
bersumber pada tiga hal; kuda, perempuan, dan rumah.” (H.R. Al-Bukhari,
Muslim, Abu Dawud, al-Tirmidzi, dan al-Nasa’i)
Hal ini
ditafsirkan bahwa apabila seorang wanita yang menimbulkan kesialan atau
madharat yang lebih besar dari manfaat bagi suaminya, maka berhak untuk
ditinggalkan. Hadits ini tidak berlaku untuk semua wanita.
i.
Hadits tentang Perempuan Sumber
Fitnah
ما تركت بعدي في الناس فتنة أضر على الرجال من
النساء (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: ”Aku tidak meninggalkan
fitnah (cobaan) yang lebih membahayakan bagi laki-laki (yaitu) dari perempuan.”
(H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
Bila wanita sudah keluar batas dari kodratnya karena melanggar
hukum-hukum Allah SWT., keluar dari rumah bertamengkan
slogan bekerja, belajar, dan berkarya. Sudah pasti mengharuskan terjadinya
khalwat (campur baur dengan laki-laki tanpa hijab), membuka auratnya (tanpa berjilbab),
tabarruj (berpenampilan ala jahiliyah), dan mengharuskan komunikasi
antar pria dan wanita dengan sebebas-bebasnya. Itulah pertanda api fitnah telah
menyala.
Bila fitnah wanita telah menyala, ia merupakan inti dari
tersebarnya segala fitnah-fitnah yang lainnya.[15] Hal ini bukan berarti mematasi gerak perempuan di ranah
publik.
j.
Hadits tentang Perempuan Perangkap
Setan
النساء حبائل الشيطان لولا هذه الشهوة لما كان
للنساء سلطانة على الرجال (رواه أبونعيم)
Artinya: ”Wanita adalah perangkap
setan, andaikata tidak ada syahwat (bagi laki-laki) maka perempuan tidak dapat
menguasai laki-laki.” (H.R. Abu Nu’aim)
Wanita yang
dimaksud dalam hadits ini adalah wanita yang suka keluar rumah sendirian dengan
mengumbar auratnya dan menggunakan wangi-wangian, sehingga mengundang syahwat
bagi laki-laki.
k.
Hadits tentang Wanita adalah Aurat
المرأة عورة فإذا خرجت من بيتها استشرفها
الشيطان (رواه الترمذي وابن حبان)
Artinya: “Perempuan itu adalah aurat,
jika ia keluar dari rumah mka ia diawasi oleh Setan”. (H.R.
Al-Tirmidzi dan Ibn Hibban)
Perempuan
pada zaman jahiliyah masih menjadi incaran para lelaki, sehingga setiap
perempuan keluar hendaklah menutup rapat-rapat atau ditemani muhrimnya, karena
yang demikian itu lebih baik.
3.
Hikmah Hadits-Hadits
Tentang Gender
Hikmah dalam
Kamus Bahasa Indonesia berarti manfaat. Dari beberapa hadits diatas, dapat
diambil beberapa hikmah atau pelajaran sebagai berikut:
a.
Sebagai sumber ke dua setelah
Al-Qur’an yang dapat membantu dalam menafsirkan keadilan gender dalam kehidupan
sehari-hari.
b.
Membantu memahami peran dan
kedudukan laki-laki dan perempuan dalam peran sosial.
c.
Mengisyaratkan konsep kesetaraan
gender yang ideal dan memberikan ketegasan bahwa prestasi indivisual, baik
dalam bidang spiritual maupun karir tidak mesti dimonopoli salah satu jenis
kelamin saja.
d.
Islam tidak mengenal adanya
diskriminasi terhadap kaum perempuan.
e.
Islam memuliakan kaum perempuan
dan laki-laki.
f.
Islam menghormati hak laki-laki
dan perempuan tanpa menjatuhkan salah satu jenis.
g.
Sabda Rasulullah selalu
menyesuaikan dengan keadaan pada saat beliau mengutarakan maksud atau
perkataannya.
h.
Islam selalu mengutamakan
kepentingan laki-laki dan perempuan, bukan laki-laki atau perempuan.
D.
KESIMPULAN
Gender adalah konsep perbedaan peran sosial antara
laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh konstruksi sosial budaya. Hadits
gender adalah segala perkataan Nabi Muhammad SAW.., perbuatan, dan hal ihwalnya
yang memuat tentang gender.
Beberapa hadits-hadits gender diantaranya sebagai
berikut: Hadits tentang penciptaan manusia; Hadits tentang kepemimpinan; Hadits
tentang laknat malaikat; Hadits tentang puasa sunnah; Hadits tentang Perempuan
Kurang Akal dan Agamanya; Hadits tentang Besarnya Hak Suami atas Istrinya; Hadits
tentang Perempuan Lebih Utama Shalat di Rumah; Hadits tentang Perempuan Sumber Kesialan; Hadits tentang Perempuan Sumber Fitnah; Hadits tentang Perempuan
Perangkap Setan; dan Hadits tentang Wanita adalah Aurat.
Dari beberapa hadits diatas dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa Islam bukanlah misoginis, yaitu menindas kaum perempuan dan
mengunggulkan kaum laki-laki, akan tetapi Islam adalah agama rahmatan lil
‘alamin yang memuliakan baik laki-laki maupn perempuan. Adanya
hadits-hadits yang terkesan membebani perempuan, muncul semata-mata adanya
kejadian-kejadian yang mengarah untuk itu, sehingga hadits-hadits tersebut
perlu diteliti dan dianalisis peristiwa apa yang menjadi latar belakang hadits
tersebut. Sehingga, tidak semua hadits bisa diambil maknanya secara tekstual
saja, terkadang juga harus secara kontekstual.
Memang kebanyaakan hadits yang dianggap bias gender,
terjadi pada pihak perempuan, karena begitulah situasi, kondisi dan keadaan
pada zaman Rasulullah dulu.
DAFTAR PUSTAKA
Akhwat, diakses melalui http://akhwat.web.id/muslimah-salafiyah/muslimah/kedudukan-wanita-dalam-islam/,
pada 11/10 9:59 WIB
Alvi Alvavi Maknuna, Hadits
dan Isu-isu gender, diakses melalui http://himabi-jakarta.blogspot.com/,
pada 10/29 9:30 WIB.
Asysyariah, diakses melalui
http://asysyariah.com/kekufuran-istri-berbuah-petaka.html,
pada 11/11 13:2 WIB.
Berkarya Asep SM, diakses
melalui http://berkaryaasepsm.blogspot.com/2010/05/pengertian-hadits-dan-sunnah.html, pada 9/11 , 4:58 PM.
Hamim
ilyas, Perempuan Tertindas?, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2003), hal.51-52
dalam http://rayhania.abatasa.com.
HR. Bukhori, kitab al-Nikah,
bab, صوم المرأة بإذن زوجها تطوعا no.4793,
diriwayatkan juga oleh Imam muslim, Abu Daud, al-Tirmidzi dan Ibn Majah.
HR. Bukhori, kitab بدأ الخلق, bab ذكر الملائكة,
diriwayatkan juga oleh Muslim dan Abu Daud.
Jayusmanfalak, diakses
melalui http://jayusmanfalak.blogspot.com/2011/05/pengertian-hadits-misoginis-bagian.html,
pada 10/11 21:45 WIB.
Mansour Fakih, Analisis Gender
dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1996), Cet. ke-1, hal. 8-9.
Rayhania, diakses melalui http://rayhania.abatasa.com, pada 10/29
9:27 WIB.
Siti Zubaedah, makalah yang
berjudul Kesadaran Gender yang Islami.
[1]
Siti Zubaedah, makalah yang berjudul Kesadaran Gender yang Islami.
[2]
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1996), Cet. ke-1, hal. 8-9.
[3]
Berkarya Asep SM, diakses melalui http://berkaryaasepsm.blogspot.com/2010/05/pengertian-hadits-dan-sunnah.html
pada 9/11 , 4:58 PM
[4]
Siti Zubaedah, makalah yang berjudul Kesadaran Gender yang Islami
[5]
Definisi berupa pemberian kiasan atau tamsilnya (arti)
[6] Hamim ilyas, Perempuan Tertindas?, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2003),
hal.51-52 dalam http://rayhania.abatasa.com
[7]
Hamim ilyas , Loc.Cit., hal.287-288,
dalam http://rayhania.abatasa.com
[8]
Rayhania, diakses melalui http://rayhania.abatasa.com, pada 10/29
9:27 WIB
[10]
Alvi Alvavi Maknuna, Hadits dan Isu-isu gender, diakses melalui http://himabi-jakarta.blogspot.com/,
pada 10/29 9:30 WIB
[11]
HR. Bukhori, kitab al-Nikah, bab, صوم المرأة بإذن زوجها
تطوعا no.4793, diriwayatkan juga oleh Imam muslim, Abu Daud,
al-Tirmidzi dan Ibn Majah
[12]
Dalam kamus bahasa Inggris misoginis berasal dari
kata “misogyny” yang berarti ”kebencian terhadap wanita”. Dalam
kamus ilmiah popular terdapat tiga ungkapan yaitu: “misogin” berarti: benci
akan perempuan, membenci perempuan, “misogini” berarti, “benci akan perempuan,
perasaan benci akan perempuan” sedang “misoginis” artinya “laki-laki yang benci
kepada perempuan”. Namun secara terminologi istilah misoginis juga digunakan
untuk doktrin-doktrin sebuah aliran pemikiran yang secara zahir memojokkan dan
merendahkan derajat perempuan.
[13]
Jayusmanfalak, diakses melalui http://jayusmanfalak.blogspot.com/2011/05/pengertian-hadits-misoginis-bagian.html,
pada 10/11 21:45 WIB
[14]
Asysyariah, diakses melalui http://asysyariah.com/kekufuran-istri-berbuah-petaka.html,
pada 11/11 13:2 WIB.
[15]
Akhwat, diakses melalui http://akhwat.web.id/muslimah-salafiyah/muslimah/kedudukan-wanita-dalam-islam/,
pada 11/10 9:59 WIB
0 komentar:
Posting Komentar