23.12.12

Hadits-Hadits Gender



A.      PENDAHULUAN
Saat ini banyak negara diseluruh dunia yang masih gencar dengan isu-isu kesetaraan gender. Begitupula di Indonesia. Seiring perkembangan gender baik dari sisi keilmuan maupun gerakan, gender seolah menjadi panasea dari segala permasalahan dalam rumah tangga maupun kriminalitas yang merugikan salah satu jenis kelamin.
Sejauh ini gender seolah dipandang sebagai jalan untuk menyetarakan hak-hak perempuan yang selama ini dirasa tertindas oleh laki-laki. Meskipun sejatinya gender adalah berbicara hak-hak laki-laki dan perempuan, segala keterbatasan fisik perempuan dan banyaknya kasus ketidakadilan yang dialami perempuan, menjadikan perempuan sebagai dominan dalam masalah gender.
Istilah gender pertama kali muncul dibarat. Dimana diprakarsai oleh orang-orang non muslim. Meskipun begitu, di masa Rasulullah, kesetaraan gender sudah mulai terlihat diserukan, meskipun pada saat itu belum ada istilah untuk menyebut aksi tersebut.
Al-qur’an sebagai sumber ajaran dan hukum Islam yang pertama, banyak memuat ayat-ayat yang esensinya mengarah pada adanya kesetaraan dalam hak-hak antara laki-laki dan perempuan. Al-Qur’an, yang diwahyukan dalam bahasa Arab yang fasih, mengenal pembedaan antara  kata-ganti (dhamir/pronoun) laki-laki dan perempuan, baik sebagai lawan bicara atau orang kedua (mukhatab),  maupun sebagai orang ketiga (ghaib), namun perbedaan itu tidak ada sebagai orang pertama (mutakallim). Dalam tradisi penggunaan bahasa Arab, penggunaan bentuk maskulin, sebagai orang kedua atau ketiga, mencakup juga yang feminin. Pengucapan salam, assalamu ‘alaikum, misalnya, yang memakai bentuk maskulin (kum), mencakup juga audiensi perempuan, hingga terasa ‘berlebihan’ untuk menambahi ‘alaikunna  yang secara langsung menunjuk kaum perempuan.
Mengingat tradisi bahasa Arab di atas, Al-Qur’an merasa penting untuk mengulang-ulang kedua bentuk (maskulin dan feminin) secara berpasangan untuk menekankan kesetaraan pria dan wanita dalam berbagai aspek kehidupan, disebutkan dalam QS. al-Ahzab (33):35, sebagai berikut:
¨bÎ) šúüÏJÎ=ó¡ßJø9$# ÏM»yJÎ=ó¡ßJø9$#ur šúüÏZÏB÷sßJø9$#ur ÏM»oYÏB÷sßJø9$#ur tûüÏGÏZ»s)ø9$#ur ÏM»tFÏZ»s)ø9$#ur tûüÏ%Ï»¢Á9$#ur ÏM»s%Ï»¢Á9$#ur tûïÎŽÉ9»¢Á9$#ur ÏNºuŽÉ9»¢Á9$#ur tûüÏèϱ»yø9$#ur ÏM»yèϱ»yø9$#ur tûüÏ%Ïd|ÁtFßJø9$#ur ÏM»s%Ïd|ÁtFßJø9$#ur tûüÏJÍ´¯»¢Á9$#ur ÏM»yJÍ´¯»¢Á9$#ur šúüÏàÏÿ»ptø:$#ur öNßgy_rãèù ÏM»sàÏÿ»ysø9$#ur šúï̍Å2º©%!$#ur ©!$# #ZŽÏVx. ÏNºtÅ2º©%!$#ur £tãr& ª!$# Mçlm; ZotÏÿøó¨B #·ô_r&ur $VJÏàtã ÇÌÎÈ  
35. Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin[1218], laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.[1]
    Selain Al-qur’an, Hadits sebagai sumber ajaran dan hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an, juga memuat tentang gender. Untuk itu, dalam makalah ini akan membahas mengenai beberapa hadits baik secara tekstual maupun kontekstual menyinggung atau memuat tentang gender.
B.       RUMUSAN MASALAH
1.    Apa itu Gender?
2.    Apa Saja Hadits-Hadits Tentang Gender?  
3.    Apa Saja Hikmah yang Bisa Diambil dari Hadits-Hadits Tersebut?
C.      PEMBAHASAN
1.    Gender
 Gender adalah perbedaan antara pria dan wanita yang bukan berdasarkan pada  faktor biologis, bukan berdasarkan jenis kelamin (sex) sebagai kodrat Tuhan yang  secara permanen berbeda, tetapi behavior differences antara pria dan wanita yang  socially constructed, yaitu perbedaan yang diciptakan melalui proses sosial dan budaya  yang panjang. [2]
Jadi, gender adalah konsep perbedaan peran sosial antara laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh konstruksi sosial budaya.
2.    Hadits-Hadits Gender
Hadits menurut muhadditsin adalah segala perkataan Nabi, perbuatan, dan hal ihwalnya. Yang dimaksud dengan hal ihwal ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW.. yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaan.[3]
Imam Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan hadits yang intinya berbunyi:  
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلَ الله صَلَى الله عَلَيْهِ وَسَلَمَ " اِنﱠﱠ اْلمَرْءَةُ كَالضلع إِذَا ذَهَبْتُ تقيمهَا كسرتهَا وَان تركتها استمتعت بِهَا وَفِيْهَا عوج" رواه البخارى ومسلم.
Artinya: Dari Abi Hurairah RA. berkata: Rasulullah SAW.. bersabda: “Sesungguhnya perempuan seperti tulang rusuk, jika kalian mencoba meluruskannya ia akan patah. Tetapi jika kalian membiarkannya maka kalian akan menikmatinya dengan tetap dalam keadaan bengkok” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari uraian-uraian di atas jelas kelihatan bahwa Al-Qur’an sebenarnya hanya mengungkapkan persamaan-persamaan antara laki-laki dan perempuan. Padahal sesungguhnya semangat ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW.. tidak sejalan dengan cerita-cerita yang memojokkan perempuan. Koherensi dan konsistensi ajaran Islam dengan praktek Rasulullah inilah yang dicatat sebagai suatu revolusi kultural pada saat itu.[4]  
Hadits-hadits gender bukan berarti hadits-hadits yang dijadikan dalil atau konsep gender yang Islami. Akan tetapi hadits gender adalah hadits yang Beberapa hadits-hadits gender diantaranya sebagai berikut:
a.    Hadits Tentang Penciptaan Manusia
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ فَإِنْ ذَهَبْ
تَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاء
Artinya: Dari Abi Hurairah: Nabi bersabda: “berwasiatlah tentang perempuan, karena sesungguhnya mereka tercipta dari tulang, dan tulang yang paling bengkok adalah yang tertinggi. Jika engkau berusaha meluruskan berarti engkau merusaknya, jika dibiarkan maka akan tetap bengkok”.(Sahih Bukhari, Kitab Ahadits al-Anbiya, bab Khalq Adam wa dzurriyatuh, no. 3084)
Hadits yang menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk, atau perempuan bagaikan tulang rusuk dari segi sanadnya bernilai shahih, namun ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama dan sarjana menyangkut matannya, khususnya matan yang menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk. Di antara mereka ada yang menerima dan ada yang menolak. Pada kelompok yang menerima, ada dua pendapat: pertama; mengartikannya secara tekstual, bahkan digunakan untuk menafsirkan QS.an-Nisa’ (4) ayat 1 tentang penciptaan manusia, sehingga menurut mereka Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. Sementara yang kedua mengartikan hadits tersebut secara metaforis[5], bahwa kaum laki-laki harus berlaku baik dan bijaksana dalam menghadapi perempuan. Sementara kelompok yang menolak hadits itu berargumen bahwa hadits tersebut harus ditolak karena isinya tidak sesuai dengan ayat-ayat al-Quran.
Aapabila ditempatkan dalam konteksnya secara tepat dan dipahami secara utuh dari keseluruhan matan yang ada, tidak hanya parsial kalimat perkalimat atau matan permatan, maka hadits-hadits tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan penciptaan awal perempuan. Hadits-hadits itu berisi pesan Nabi kepada kaum laki-laki waktu itu untuk berlaku baik kepada isteri-isteri mereka atau perempuan secara umum. Pesan ini salah satu manifestasi dari ajaran Islam yang menempatkan laki-laki dan perempuan sejajar.[6]
Jadi, hadits ini secara kontekstual mengarah pada pesan untuk saling menghormati dan saling berbuat baik antara suami dan istri.
b.    Hadits Tentang Kepemimpinan
عَنْ أَبِي بَكْرَةَ قَالَ لَقَدْ نَفَعَنِي اللَّهُ بِكَلِمَةٍ سَمِعْتُهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيَّامَ الْجَمَلِ بَعْدَ مَا كِدْتُ أَنْ أَلْحَقَ بِأَصْحَابِ الْجَمَلِ فَأُقَاتِلَ مَعَهُمْ قَالَ لَمَّا بَلَغَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ أَهْلَ فَارِسَ قَدْ مَلَّكُوا عَلَيْهِمْ بِنْتَ كِسْرَى قَالَ لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَةً
Artinya: Dari Bakrah diriwayatkan bahwa ketika Nabi mendengar bahwasanya Kaisar Persia diganti dengan perempuan maka Nabi bersabda: “Tidak akan sukses suatu kaum yang dipimpin oleh perempuan.” (Sahih Bukhari Kitab al-Maghazim, bab kitab al-Nabi ila kisra wa Qaishar no 4073)
Dilihat dari sisi sanad, hadits tentang larangan kepemimpinan politik perempuan dapat dinilai shahih. Tapi meskipun hadits larangan kepemimpinan politik perempuan dapat dinilai shahih, ternyata masih berpeluang untuk didiskusikan. Di kalangan ulama, terdapat para ulama yang tidak sepakat terhadap pemakaian hadits tersebut bertalian dengan masalah perempuan dan politik. Tetapi banyak juga yang menggunakan hadits tersebut sebagai argumen untuk menggusur perempuan dari proses pengambilan keputusan. Jika ditelaah lebih lanjut, maka hadits tersebut mengandung pengertian bayan al-waqi’ atau pengungkapan fakta realitas yang berkembang pada saat itu, dan tidak dimaksudkan sebagai sebuah ketentuan syariat bahwa syarat pemimpin harus laki-laki.[7]
Hadits tersebut dipahami sebagai isyarat bahwa perempuan tidak boleh dijadikan pemimpin dalam urusan pemerintahan atau politik. Oleh
karenanya banyak ulama yang menyatakan seorang perempuan tidak sah
menjadi khalifah atau imam. Para ulama tersebut menanggapi hadits ini
sebagai ketentuan yang bersifat baku (universal), tanpa melihat
aspek-aspek yang terkait dengan hadits, seperti kapasitas diri Nabi SAW.
ketika mengucapkan hadits, suasana yang melatarbelakangi munculnya hadits,
setting sosial yang melingkupi sebuah hadits. Padahal, segi-segi yang
berkaitan dengan diri Nabi SAW.. dan suasana yang melatarbelakangi atau
menyebabkan terjadinya hadits mempunyai kedudukan penting dalam pemahaman
hadits secara utuh.
Berarti sabda Nabi SAW.. ini jelas bertentangan dengan fakta yang ada. Bahkan dalam al-Qur`an pun dijumpai kisah tentang adanya seorang perempuan yang memimpin negara dan meraih sukses besar, yaitu Ratu Bilqis di negeri Sabaâ.[8]
Perempuan dan laki-laki berhak menjadi pemimpin dengan catatan ia mampu untuk melaksanakan dan mempertanggungjawabkannya.
c.    Hadits Tentang Laknat Malaikat
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِيءَ لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ[9]
Artinya: Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi, SAW. berkata jika seorang pria memanggil istrinya ke tempat tidurnya dan dia menolak untuk datang maka malaikat mengutuk dia sampai pagi. (HR. Bukhari)
Jika hadits ini dipahami secara harfiah, maka akan sangat bertentangan dengan prinsip al-Qur’an “wa ‘asyiruhunna bi al-ma’ruf”. Kata “wahuwa ghadlaban” artinya suami dalam keadaan marah, berarti kalau tidak marah, tidak apa-apa. Apalagi kalau istri sedang lelah, sakit dsb. yang menyebabkan tidak bisa ‘menjalankan tugas’ maka suami pun tidak berhak untuk marah, sebab jika suami marah maka telah menyalahi ketentuan “mu’asyarah bi-al ma’ruf”.[10]
Jadi, hadits tersebut tidaklah memberatkan perempuan dengan beban melayani suami seperti diatas.
d.   Hadits Tentang Puasa Sunnah
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَصُومُ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِه[11]
Artinya: “Telah berkata Muhammad bin Muqotil mengabarkan kepada kita Abdullah mengatakan kepada kami Muammar dari Hammam bin Manab dari Abu Hurairah dari Nabi SAW..; Tidak boleh bagi wanita untuk berpuasa sunat jika suaminya hadir (tidak musafir) kecuali dengan seizinnya.”(HR. Bukhori)
Jika dipahami secara harfiah, hadits ini akan menimbulkan kesalahpaman dan kesan diskriminatif. Padahal ini dari hadits tersebut adalah dalam berumah tangga hendaknya masing-masing pasangan mengetahui apa yang sedang dilakukan pasangannya.
Berdasarkan analisis matan hadits di atas, dapat disimpulkan bahwa selama ini isu-isu diskriminatif gender sangat bertentangan dengan nash hadits. Apa yang selama ini dituduh oleh aktifis feminisme justru sangat bertentangan dengan Islam. Salah satu misi Islam adalah memuliakan perempuan. Dan itu terbukti, hadits-hadits yang dituduh misoginis[12] masih kalah banyak dibanding hadits yang memuliakan perempuan.
Beberapa hadits lain sebagai berikut[13]:
e.    Hadits tentang Perempuan Kurang Akal dan Agamanya
ما رأيت من ناقصات عقل ودين أغلب لذي لب منكن قالت امرأة منهن وما نقصان العقل ؟ قال أما نقصان العقل فشهادة امرأتين تعدل شهادة رجل فهذا من نقصان العقل وتمكث الليالي ما تصلي وتفطر في رمضان فهذا من نقصان الدين (رواه ابن ماجه)
Artinya: “Tidak ku temukan orang-orang yang kurang akal dan agamanya melebihi orang yang punya akal dari pada kalian. Seorang perempuan dari mereka berkata: “Apa yang dimaksud kurang akal itu? Nabi SAW. menjawab: “Yang dimaksud kurang akal adalah persaksian dua orang perempuan sama dengan persaksian seorang laki-laki, inilah yang maksudnya kurang akal. Wanita melalui malam tanpa salat dan tidak puasa di bulan Ramadhan, inilah yang dimaksud kurang agama.” (H.R. Ibn Majah)
Hadits diatas secara kontekstual mengisyaratkan bahwa perempuan ditakdirkan untuk haidh, sehinga tidak bisa setiap ari seumur hidupnya menunaikan shalat dan puasa.
f.     Hadits tentang Besarnya Hak Suami atas Istrinya 
فلا تفعلوا لوكنت أمرا أحدأ أن يسجد لبشر لأمرت النساء أن تسجد ن لأزواجهن لما جعل الله لهم عليهن من الحق  (رواه أبو داود والترمذي وابن ماجه وأحمد)
Artinya: “Jangan kamu lakukan itu. Sekiranya aku boleh memerintahkan pada seseorang untuk sujud pada manusia maka sungguh akan aku perintahkan kaum perempuan untuk sujud pada suami-suami mereka karena (besarnya) hak mereka terhadap istrinya”. (H.R. Abu Dawud, al-Tirmidzi, Ibn Majah, dan Ahmad)
Satu dari sekian hak suami terhadap istrinya adalah disyukuri akan kebaikan yang diperbuatnya dan tidak dilupakan keutamaannya. Namun disayangkan, di kalangan para  istri  banyak yang melupakan atau tidak tahu hak yang satu ini. Hingga mereka sering mengeluhkan suaminya, melupakan kebaikan yang telah diberikan dan tidak ingat akan keutamaannya. Yang lebih disayangkan, ucapan dan penilaian miring terhadap suami ini kadang menjadi bahan obrolan di antara para wanita dan menjadi bahan keluhan sesama mereka. Padahal perbuatan seperti ini menghadapkan si istri kepada kemurkaan Allah dan adzab yang pedih.
Perbuatan tidak tahu syukur ini  merupakan satu sebab wanita menjadi mayoritas penghuni neraka.[14]
g.    Hadits tentang Perempuan Lebih Utama Shalat di Rumah
وصلاتك في بيتك خير من صلاتك في حجرتك وصلاتك في حجرتك خير من صلاتك في دارك وصلاتك في دارك خير من صلاتك في مسجدي (رواه أبوداود و أحمد)
Artinya: “Salatmu di ruang tidurmu lebih baik dari pada salatmu di ruang rumah yang lain, salatmu di ruang rumah yang lain lebih baik dari salatmu di serambi rumahmu, salatmu di serambi rumahmu lebih baik dari salatmu di masjidku.” (H.R. Abu Dawud dan Ahmad)
Hal ini untuk menjaga kaum perempuan, karena pada saat itu lebih aman melaksanakan shalat di rumah.
h.    Hadits tentang Perempuan Sumber Kesialan
إنما الشؤم في ثلاثة في الفرس والمرأة والدار(رواه البخاري ومسلم وأبوداود والترمذي والنسائي)
Artinya: ”Sesungguhnya kesialan itu bersumber pada tiga hal; kuda, perempuan, dan rumah.”  (H.R. Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Tirmidzi, dan al-Nasa’i)
Hal ini ditafsirkan bahwa apabila seorang wanita yang menimbulkan kesialan atau madharat yang lebih besar dari manfaat bagi suaminya, maka berhak untuk ditinggalkan. Hadits ini tidak berlaku untuk semua wanita.
i.      Hadits tentang Perempuan Sumber Fitnah
ما تركت بعدي في الناس فتنة أضر على الرجال من النساء  (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: ”Aku tidak meninggalkan fitnah (cobaan) yang lebih membahayakan bagi laki-laki (yaitu) dari perempuan.” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
Bila wanita sudah keluar batas dari kodratnya karena melanggar hukum-hukum Allah SWT., keluar dari rumah bertamengkan slogan bekerja, belajar, dan berkarya. Sudah pasti mengharuskan terjadinya khalwat (campur baur dengan laki-laki tanpa hijab), membuka auratnya (tanpa berjilbab),  tabarruj (berpenampilan ala jahiliyah), dan mengharuskan komunikasi antar pria dan wanita dengan sebebas-bebasnya. Itulah pertanda api fitnah telah menyala.
Bila fitnah wanita telah menyala, ia merupakan inti dari tersebarnya segala fitnah-fitnah yang lainnya.[15] Hal ini bukan berarti mematasi gerak perempuan di ranah publik.
j.      Hadits tentang Perempuan Perangkap Setan
النساء حبائل الشيطان لولا هذه الشهوة لما كان للنساء سلطانة على الرجال (رواه أبونعيم)
Artinya: ”Wanita adalah perangkap setan, andaikata tidak ada syahwat (bagi laki-laki) maka perempuan tidak dapat menguasai laki-laki.” (H.R. Abu Nu’aim)
Wanita yang dimaksud dalam hadits ini adalah wanita yang suka keluar rumah sendirian dengan mengumbar auratnya dan menggunakan wangi-wangian, sehingga mengundang syahwat bagi laki-laki.
k.    Hadits tentang Wanita adalah Aurat
المرأة عورة فإذا خرجت من بيتها استشرفها الشيطان (رواه الترمذي وابن حبان)
Artinya: “Perempuan itu adalah aurat, jika ia keluar dari rumah mka ia diawasi  oleh Setan”. (H.R. Al-Tirmidzi dan Ibn Hibban)
Perempuan pada zaman jahiliyah masih menjadi incaran para lelaki, sehingga setiap perempuan keluar hendaklah menutup rapat-rapat atau ditemani muhrimnya, karena yang demikian itu lebih baik.
3.    Hikmah Hadits-Hadits Tentang Gender
Hikmah dalam Kamus Bahasa Indonesia berarti manfaat. Dari beberapa hadits diatas, dapat diambil beberapa hikmah atau pelajaran sebagai berikut:
a.    Sebagai sumber ke dua setelah Al-Qur’an yang dapat membantu dalam menafsirkan keadilan gender dalam kehidupan sehari-hari.
b.    Membantu memahami peran dan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam peran sosial.
c.    Mengisyaratkan konsep kesetaraan gender yang ideal dan memberikan ketegasan bahwa prestasi indivisual, baik dalam bidang spiritual maupun karir tidak mesti dimonopoli salah satu jenis kelamin saja.
d.   Islam tidak mengenal adanya diskriminasi terhadap kaum perempuan.
e.    Islam memuliakan kaum perempuan dan laki-laki.
f.     Islam menghormati hak laki-laki dan perempuan tanpa menjatuhkan salah satu jenis.
g.    Sabda Rasulullah selalu menyesuaikan dengan keadaan pada saat beliau mengutarakan maksud atau perkataannya.
h.    Islam selalu mengutamakan kepentingan laki-laki dan perempuan, bukan laki-laki atau perempuan.
D.      KESIMPULAN
Gender adalah konsep perbedaan peran sosial antara laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh konstruksi sosial budaya. Hadits gender adalah segala perkataan Nabi Muhammad SAW.., perbuatan, dan hal ihwalnya yang memuat tentang gender.
Beberapa hadits-hadits gender diantaranya sebagai berikut: Hadits tentang penciptaan manusia; Hadits tentang kepemimpinan; Hadits tentang laknat malaikat; Hadits tentang puasa sunnah; Hadits tentang Perempuan Kurang Akal dan Agamanya; Hadits tentang Besarnya Hak Suami atas Istrinya; Hadits tentang Perempuan Lebih Utama Shalat di Rumah; Hadits tentang Perempuan Sumber Kesialan; Hadits tentang Perempuan Sumber Fitnah; Hadits tentang Perempuan Perangkap Setan; dan Hadits tentang Wanita adalah Aurat.
Dari beberapa hadits diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa Islam bukanlah misoginis, yaitu menindas kaum perempuan dan mengunggulkan kaum laki-laki, akan tetapi Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin yang memuliakan baik laki-laki maupn perempuan. Adanya hadits-hadits yang terkesan membebani perempuan, muncul semata-mata adanya kejadian-kejadian yang mengarah untuk itu, sehingga hadits-hadits tersebut perlu diteliti dan dianalisis peristiwa apa yang menjadi latar belakang hadits tersebut. Sehingga, tidak semua hadits bisa diambil maknanya secara tekstual saja, terkadang juga harus secara kontekstual.
Memang kebanyaakan hadits yang dianggap bias gender, terjadi pada pihak perempuan, karena begitulah situasi, kondisi dan keadaan pada zaman Rasulullah dulu.





DAFTAR PUSTAKA
Alvi Alvavi Maknuna, Hadits dan Isu-isu gender, diakses melalui  http://himabi-jakarta.blogspot.com/, pada 10/29 9:30 WIB.
Asysyariah, diakses melalui http://asysyariah.com/kekufuran-istri-berbuah-petaka.html, pada 11/11 13:2 WIB.
Berkarya Asep SM, diakses melalui http://berkaryaasepsm.blogspot.com/2010/05/pengertian-hadits-dan-sunnah.html, pada 9/11 , 4:58 PM.
Hamim ilyas, Perempuan Tertindas?, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2003), hal.51-52 dalam http://rayhania.abatasa.com.
HR. Bukhori, kitab al-Nikah, bab, صوم المرأة بإذن زوجها تطوعا no.4793, diriwayatkan juga oleh Imam muslim, Abu Daud, al-Tirmidzi dan Ibn Majah.
HR. Bukhori, kitab بدأ الخلق, bab ذكر الملائكة, diriwayatkan juga oleh Muslim dan Abu Daud.
Jayusmanfalak, diakses melalui http://jayusmanfalak.blogspot.com/2011/05/pengertian-hadits-misoginis-bagian.html, pada 10/11 21:45 WIB.
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), Cet. ke-1, hal. 8-9.
Rayhania, diakses melalui http://rayhania.abatasa.com, pada 10/29 9:27 WIB.
Siti Zubaedah, makalah yang berjudul Kesadaran Gender yang Islami.


[1] Siti Zubaedah, makalah yang berjudul Kesadaran Gender yang Islami.
[2] Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), Cet. ke-1, hal. 8-9.
[3] Berkarya Asep SM, diakses melalui http://berkaryaasepsm.blogspot.com/2010/05/pengertian-hadits-dan-sunnah.html pada 9/11 , 4:58 PM
[4] Siti Zubaedah, makalah yang berjudul Kesadaran Gender yang Islami
[5] Definisi berupa pemberian kiasan atau tamsilnya (arti)
[6] Hamim ilyas, Perempuan Tertindas?, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2003), hal.51-52 dalam http://rayhania.abatasa.com
[7] Hamim ilyas , Loc.Cit., hal.287-288, dalam http://rayhania.abatasa.com
[8] Rayhania, diakses melalui http://rayhania.abatasa.com, pada 10/29 9:27 WIB
[9] HR. Bukhori, kitab بدأ الخلق, bab ذكر الملائكة, diriwayatkan juga oleh Muslim dan Abu Daud
[10] Alvi Alvavi Maknuna, Hadits dan Isu-isu gender, diakses melalui  http://himabi-jakarta.blogspot.com/, pada 10/29 9:30 WIB
[11] HR. Bukhori, kitab al-Nikah, bab, صوم المرأة بإذن زوجها تطوعا no.4793, diriwayatkan juga oleh Imam muslim, Abu Daud, al-Tirmidzi dan Ibn Majah
[12]  Dalam kamus bahasa Inggris misoginis berasal dari kata “misogyny” yang berarti ”kebencian terhadap wanita”. Dalam kamus ilmiah popular terdapat tiga ungkapan yaitu: “misogin” berarti: benci akan perempuan, membenci perempuan, “misogini” berarti, “benci akan perempuan, perasaan benci akan perempuan” sedang “misoginis” artinya “laki-laki yang benci kepada perempuan”. Namun secara terminologi istilah misoginis juga digunakan untuk doktrin-doktrin sebuah aliran pemikiran yang secara zahir memojokkan dan merendahkan derajat perempuan.
[14] Asysyariah, diakses melalui http://asysyariah.com/kekufuran-istri-berbuah-petaka.html, pada 11/11 13:2 WIB.
signature

0 komentar:

Posting Komentar

newer post older post Home