27.12.12

Budaya Mediasi


Konflik adalah fakta kehidupan. Tak bisa dipungkiri, cepat atau lambat manusia pasti akan terlibat konflik. Baik dalam skala besar ataupun kecil, konflik menjadi pelengkap kehidupan.
Setiap orang memiliki perspektif berbeda-beda mengenai kehidupan dan berbagai permasalahannya. Tentu banyak hal yang menjadi latar belakang dan penyebab hal itu. Bisa jadi suatu hal yang sama dinilai berbeda oleh beberapa orang. Dan terkadang perbedaan itu bertentangan. Inilah yang menyebabkan timbulnya konflik.
Konflik bisa terjadi antara seseorang dengan orang lain, lembaga dengan lembaga lain, bahkan antar negara dengan negara lain. Salah satu konflik yang paling sering terjadi adalah konflik antarpersonal. Seperti perebutan hak milik, masalah harga diri, masalah ketidakadilan, dan terkadang hanya masalah salah paham. Tak jarang yang mengantarkan pada tindakan kekerasan (violence).
Seiring perkembangan teknologi maupun informasi di era globalisasi-informasi saat ini, menjadikan masyarakat semakin cerdas. Namun, ironisnya belum banyak yang cerdas dalam mengatasi konflik dalam diri mereka sendiri.
Kebanyakan orang khususnya di Indonesia, mengatasi konflik antarpersonal dengan melibatkan pihak lain. sejauh ini, lembaga yang dipercaya adalah pengadilan. Baik untuk mengatasi konflik dalam kategori kasus perdata maupun pidana.
Pengadilan menghasilkan win-lose solution. Artinya satu pihak menang (diuntungkan), pihak lain kalah (dirugikan). Tentu disayangkan bila konflik-konflik kecil harus diselesaikan dengan merugikan salah satu pihak, dengan biaya yang mahal pula.
Mediasi juga salah satu jalan menyelesaikan konflik dengan cara negosiasi yang difasilitasi oleh mediator. Dibandingkan dengan litigation, mediasi merupakan usaha untuk mencari win-win solution. Yaitu pihak yang berkonflik sama-sama diuntungkan dengan opsi-opsi solusi dari mereka sendiri.
Orientasi
Mediasi memusatkan persoalan pada orang yang bertikai. Bukan pada posisi salah atau benar. Orientasi mediasi bukan pada pembelaan pihak yang benar dan menekan pihak yang salah. Tetapi lebih memikirkan bagaimana menciptakan solusi agar hubungan pihak yang bertikai tetap baik.
Nantinya, solusi dicari dan disepakati bersama bukan untuk memperjuangkan kepentingan salah satu pihak. Akan tetapi fokus pada hubungan masa depan. Sebisa mungkin tak ada pihak yang dirugikan dengan solusi yang dihasilkan. 
Mediasi Menjadi Pilihan
Dilihat dari sisi hasil, mediasi lebih menguntungkan dibandingkan jalur hukum atau pengadilan. Karena tidak ada sistem menang-kalah. Tentu diperlukan kesukarelaan masing-masing pihak yang bertikai untuk berbagi kepentingan.
Namun, tak mudah untuk menumbuhkan kesukarelaan dalam diri seseorang untuk berbagi, bukan mengalah. Pola pikir masyarakat di negeri ini cenderung masih ingin selalu menang atas apapun. Termasuk dalam penyelesaian setiap konflik yang terjadi.
Dengan jalan mediasi, setiap konflik-konflik yang tergolong kecil, tak perlu untuk dibawa sampai ke meja hijau. Cukup dengan jalan mediasi. Dengan begini, tak menambah beban pengadilan di negeri ini. Biarlah mereka konsentrasi dengan masalah-masalah besar yang menyangkut khalayak luas.
Untuk itu, diperlukan sosialisasi baik dari pemerintah maupun masyarakat sendiri. Tentu dengan mengajak untuk memanfaatkan mediasi sebagai jalan ketika konflik tak lagi bisa diselesaikan kedua belah pihak.
Nampaknya perlu waktu untuk itu, akan tetapi dengan dukungan dan semangat perubahan tak ada yang tak mungkin. Mediasi bisa diupayakan menjadi jalan tengah. Atau bahkan mediasi dibudayakan di negeri ini. Tak hanya mengandalkan pengadilan saja. Semangat!

signature

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Hasil dari kuliah Resolusi Konflik.

Posting Komentar

newer post older post Home